SUMENEP - Untuk mendukung pencegahan perkawinan usia anak/perkawinan dini sesuai dengan rencana kerja Pemerintah Kabupaten Sumenep bersama USAID ERAT, memaksimalkan koordinasi lintas sektor dan multistakeholder, digelar Lokakarya dan Awareness Building Daerah Rawan Perkawinan Usia Anak.
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sumenep, Ny. Nia Kurnia Fauzi, mengungkapkan, Sumenep termasuk nomor 5 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan kasus pernikahan usia anak dan stunting tertinggi, sehingga hal tersebut menjadi konsentrasi pemerintah melalui berbagai sosialisasi dan lokakarya.
“Masalah pernikahan anak menjadi persoalan klasik yang butuh keterlibatan semua sektor dan elemen masyarakat, untuk bersama-sama mencegah pernikahan usia anak, ” ujar Nia pada pembukaan lokakarya yang digelar selama dua hari mulai 17-18 Oktober 2022, Senin (17/10/2022).
Diakui Istri Bupati Sumenep, Ra Achmad Fauzi, SH, MH., ini, pernikahan dini selain memberi dampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat juga menjadi PR bersama bagi seluruh komponen yang ada. Sebab, pemerintah tidak mungkin bisa sendiri melakukan upaya tanpa keterlibatan lintas sektor.
Karenanya, seluruh elemen masyarakat hingga di akar rumput yang ada di bawah, mulai RT, RW, tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagaimana menanggulangi persoalan stunting dan perkawinan usia anak.
Sementara Koordinator USAID ERAT Provinsi Jawa Timur, Dina Limanto, juga mengakui jika USAID ERAT bersama Pemerintah Kabupaten Sumenep, memiliki komitmen bersama dalam upaya penanggulangan stunting dan pernikahan usia anak.
“Tidak hanya pemerintah, tapi semua pihak harus memiliki komitmen dan bergandengan membentuk generasi mendatang yang lebih baik, ” tandasnya.
Baca juga:
Kasal Resmikan Monumen KRI Nanggala-402
|
Dikatakan, melalui lokakarya dan awareness building daerah rawan perkawinan usia anak ini, tentu akan memberi edukasi pada masyarakat tentang dampak-dampaknya. Karena, salah satu tujuan kegiatan ini, sebagai upaya mencegah pernikahan usia anak dan para narasumber berkomitmen mengedukasi masyarakat agar perlahan berubah pola pikir.
“Yang mungkin selama ini masyarakat khususnya anak-anak generasi muda sebaya semakin bebas dan menganggap menikah dini menyenangkan tanpa mengetahui dampaknya yang juga luar biasa, tidak hanya bagi kesehatan ibu dan bayi, juga dampak lainnya, ” tambahnya.
Dina juga meyakini melalui lokakarya dan awareness building daerah rawan perkawinan usia anak, yang diikuti berbagai organisasi masyarakat, perwakilan desa serta OPD terkait, mampu mengatasi berbagai persoalan yang tidak hanya dihadapi Kabupaten Sumenep, namun juga di berbagai wilayah di Indonesia. (*)